Liputan Metro TV

Menjual Aneka Produk Rumah & Gazebo Kayu Knock Down - Tanpa Perantara (Pengrajin Langsung)

Sangat Cocok untuk Rumah Tinggal, Villa, Cottage, Bungalow, Kantor, Mess Karyawan, Musholla, Restoran, Gazebo, Rumah Kebun, dll

Workshop & Display Unit :
Desa Tanjung Batu Seberang & Tanjung Baru Petai Kec. Tanjung Batu, Kab. Ogan Ilir Sumatera Selatan

Ogan Ilir Produsen Rumah Bongkar Pasang

Oleh : Adriyaneka | 19-Des-2007, 03:48:32 WIB

KabarIndonesia - Palembang , Usaha pembuatan rumah knock down (rumah siap pasang) hasil kerajinan warga Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir (OI), Provinsi Sumatera Selatan yang dikenal ratusan tahun sudah ditekuni warga memasuki fase kurang menggembirakan. Kerajinan yang turun temurun ratusan tahun dari para nenek moyang mereka itu berada diujung tanduk, antara hidup dan mati. Maka sepatutnya usaha ini mendapat perhatian serius dari pemerintah dan para pemilik modal.
Pengrajin rumah siap pasang di Tanjung Batu, Kabupaten OI, provinsi Sumsel ini sebetulnya ditekuni seluruh penduduk.

Di Tanjung Batu sendiri penduduknya tak kurang dari 1.400 kepala keluarga. Dari tahun ke tahun, usaha yang sudah mengharum kan nama Ogan Ilir ke dunia internasional itu mengalami masalah serius. Perlahan para pengrajin yang tidak tahan menghadapi tantangan usaha ini mulai satu per satu meninggalkan usaha tersebut.
“Kalau dihitung-hitung pak, mungkin sudah sepuluh persen warga kami di sini mulai meninggalkan usaha rumah kayu ini. Mereka lari dengan menggganti lapangan kerja ke dunia pertanian dan perkebunan,” kata Mas Ad, seorang pengrajin rumah siap pasang yang ditemui kabarindonesia di tempat usahanya Desa Tanjung Batu, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir.


Kendala yang sangat mendasar dihadapi pengrajin rumah siap pasang di Tanjung Batu Sumsel ini diakui pengrajin ada dua hal. Pertama sulitnya mendapatkan bahan baku sehingga harganya terus menerus naik, kedua masalah kesulitan permodalan. “Soal modal inilah pak sering jadi halangan, kami tergantung dengan pesanan. Bila ada orang yang memesan minta dibuatkan kalau ada dananya sebesar 50 persen kami siap membuatnya. Nanti kalau sudah hampir rampung kami minta lagi biayanya 20 persen, setelah siap dipasang kami minta seluruh biayanya,” tandas Ali, pengrajin yang lain.

Harga pembuatan rumah siap pasang ini sendiri tergantung ukuran. Tapi sekarang karena sulitnya bahan baku dan harganya semakin tinggi, harga pembuatannya dipukul rata per meter rata-rata satu juta rupiah. Jadi kalau memesan minta dibuatkan rumah ukurannya 5 meter x 7 meter, maka harga rumah itu tiga puluh lima juta. Tapi sesuai tradisi rumah itu murni kerangka dinding papan, tanpa tiang jika ingin dibuat panggung, tanpa plafond an tanpa atap. Harga rumah ini juga ada yang sampai ratusan juta, tergantung ukuran dan pesanan bahan yang ingin dibuatkan.

Produksi rumah siap pasang Tanjung Batu ini tidak asing lagi bagi pencinta rumah kayu baik pemburu rumah alami naturalis baik dari dalam maupun luar negeri. Penggemar rumah siap pasang ini mulai dari warga Palembang, Bengkulu, Jawa Barat, Jakarta, hingga manca negara seperti Malaysia, Singapura, Spanyol, Brasil dan beberapa negara lainnya. Dalam pendataan pihak pemda OI sudah ratusan order rumah siap pasang ini yang diekspor ke luar negeri selama usaha itu ditekuni warga.

Bahan baku pembuat rumah sekarang sudah bergeser, ke kayu seru. Biasanya minimal memakai kayu meranti kualitas ekspor, tetapi karena kayu-kayu jenis itu sudah semakin sulit didapat di sumatera selatan, harganya turus naik. Dulu satu kubik harga kau meranti Cuma Rp 850 ribu, sekarang sudah mencapai Rp 2 juta lebih per meter kubik. Kayu seru yang dulunya Rp 450 ribu, sekarang sudah sampai Rp 1,3 juta satu meter kubiknya.

Ketika dimintai tanggapannya secara khusus masalah ini, Bupati Ogan Ilir, Mawardi Yahya, mengakui dan memahami betul kesulitan para pengusaha rumah knock down yang beratus tahun lamanya ditekuni warganya. Pemkab Ogan Ilir sendiri terus berusaha melakukan pendekatan ke departemen kehutanan, sekiranya ada langkah kemudahan bagi para pengusahanya untuk bisa dan mudah cara mendapatkan bahan baku kayu, karena selama ini persoalan perizinan lintas sektoral dan antarprovinsi sering menyulitkan para pengusah dalam mendapatkan bahan baku ini.

Akibatnya, untuk mendapatkan bahan baku dari luar provinsi sering para pengusaha mengeluarkan biaya operasional lebih besar, maka wajar bila harga rumah kayu siap pasang ini yang tadinya hanya Rp 15 juta untuk ukuran kecil 5 x 7 meter, kini sudah mencapai Rp 35 juta.
Kenaikan harga bahan pembuatan rumah siap pasang ini berakibat menurunkan permintaan terutama warga sekitar Tanjung Batu seperti Palembang dan sekitarnya, Mas Ad mengatakan ada sekitar 25 persen penurunan order permintaan, dalam setahun dia pernah mencapai pesanan dibuatkan rumah kayu 15 sampai 20 rumah, sekarang paling banyak tiga rumah sudah ada bersyukur.

Dilihat dari teknik membuat disaind dan kerapian, para pengrajin rumah kayu Tanjung Batu ini tidak diragukan lagi, mereka mampu membuat ukiran apa saja yang dipesankan, hanya mereka membutuhkan uluran para pemodal yang tidak memeras keterampilan mereka saja, tetapi juga meningkatkan kemampuan kreativitas, mampu meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan keluarga, serta mampu dan mudah mendapatkan bahan baku. Kuncinya tak lain tergantung bagaimana pemerintah kabupaten ogan ilir mencarikan solusi persoalan yang mereka hadapi ini. (Adriyaneka)

Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/
Alamat ratron (surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera:
www.kabarindonesia.com

Readmore »» Ogan Ilir Produsen Rumah Bongkar Pasang

Rumah Panggung Juga Bisa Modern


Untuk mendapatkan pencahayaan alami yang optimal, tampak depan rumah di lantai atas terdiri dari kaca dan jendela pivot. Agar tidak terlalu silau di siang hari bagian ini dilapisi kisi-kisi kayu.

KOMPAS.com - Beberapa saat setelah tiba di kediaman keluarga Santoso W. Reksoprodjo (35) di daerah Pejaten, Jakarta Selatan, Tabloid RUMAH langsung diajak ke lantai atas, melalui tangga yang ada di bagian depan rumah. Mengapa tidak ke lantai bawah lebih dulu?

“Inilah konsep dasar rumah panggung. Di sini, kami melakukan kegiatan utama di lantai atas,” jawab Santo—panggilan akrab Santoso W. Reksoprodjo. Konsep bertinggal seperti ini umurnya sudah tua sekali.

Dulu, nenek moyang kita membuat struktur yang dinaikkan karena beberapa alasan—seperti menghindari binatang buas dan mencegah kelembaban (terutama pada lingkungan berair). Pada rumah panggung modern milik Santo, arsitek sekaligus pemilik rumah ini, Anda dapat menyaksikan bagaimana konsep rumah panggung tradisional diterjemahkan dalam bangunan modern.

Seperti rumah pada umumya, sebelum memasuki ruang tamu/keluarga, terdapat teras yang terbuka dan asri (di lantai atas). “Saya biasa menerima tamu di teras ini,” ujar Santo.

Ruang-ruang yang ada di lantai atas adalah ruang tamu/keluarga, ruang makan, ruang tidur, dan kamar mandi. Lantai bawah dimanfaatkan untuk ruang servis, garasi, kamar anak, dan ruang makan. Arsitek yang berkantor di daerah Tebet Jakarta Selatan ini melanjutkan, “bedanya dengan rumah tradisional—yakni melakukan kegiatan memasak di lantai atas—saya meletakkan dapur di bawah untuk alasan keamanan, jadi tidak boleh ada api di lantai atas.”

Konstruksi Panggung
Konstruksi panggung adalah warisan budaya dalam membuat bangunan dari nenek moyang kita. Tengoklah rumah tradisional di Sumatera, Kalimantan, atau Sulawesi, rata-rata berupa rumah panggung. Konstruksi yang “diangkat ke atas” seperti ini menuntut penggunaan struktur yang ringan. Santo memilih besi hollow sebagai kolom dan balok utama dengan bentang maksimal 5 m dan sambungan antarbesinya dilas.

Ia berkomentar, “paling baik sebenarnya adalah sambungan dengan baut, tapi di sini saya hanya mengelasnya.” Sambungan dengan baut membuat konstruksi tidak kaku sehingga apabila terjadi gempa, bangunan tidak akan rubuh tapi mengikuti arah gerakan. Sedangkan untuk atap, digunakan struktur atap baja yang dilapis dengan kalsiboard.

Struktur antigempa juga ditemui pada struktur bawah. Santo menggunakan pondasi umpak/setempat dari beton bertulang pada tiap kolom. “Tidak perlu sloof karena saya tidak memakai dinding bata sehingga beban bangunan tidak berat,” jelas Santo.

Lantai atas tidak seluruhnya di-dak, hanya di bawah teras, kamar mandi, dan tempat AC. Sebagian besar struktur lantai atas menggunakan balok-balok kayu berjarak 60 cm dan dilapis multipleks 2 cm.(Tabloid Rumah/mya)

Lokasi : Kediaman Santoso W. R. (Art Design Indonesia /Pejaten)

Rabu, 14 Oktober 2009 | 14:49 WIB

Readmore »» Rumah Panggung Juga Bisa Modern

Rumah Panggung Hadapi Tantangan

Ratusan warga Kecamatan Tanjungbatu, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, mewarisi kearifan lokal membuat rumah panggung bongkar pasang. Sampai sekarang, rumah produksi kreatif warga itu banyak diminati masyarakat di berbagai kota, bahkan banyak yang diekspor ke sejumlah negara.


Di banyak daerah di Tanah Air, rumah-rumah tua umumnya terbuat dari kayu dan arsitekturnya mencerminkan keunikan serta kearifan budaya lokal. Walaupun bencana datang silih berganti dalam hitungan tahun, puluhan tahun, bahkan ratusan tahun, rumah-rumah tua tersebut tetap kukuh berdiri.


Rumah gadang yang berarsitektur Bagonjong di Sumatera Barat, misalnya, tetap berdiri tegak dan selamat dari gempa walau puluhan kali gempa terjadi setiap bulannya. Hal ini terjadi karena arsitekturnya salah satunya mempertimbangkan keamanan dari gempa.

Sama halnya dengan rumah gadang, rumah-rumah khas kabupaten/kota lainnya di Sumatera Barat, dan juga di provinsi lain di Indonesia, yang umumnya terbuat dari kayu, juga relatif aman dari ancaman gempa bumi. Sementara itu, rumah-rumah permanen yang berarsitektur masa kini dan modern hampir selalu mengalami kerusakan, setiap kali gempa bumi terjadi.

Karena tidak didesain tahan dan aman dari gempa, makanya bencana gempa bumi menelan korban jiwa dan harta yang tidak sedikit. Begitu juga jika banjir terjadi, banyak warga mengalami kerugian harta benda dan kehilangan anggota keluarga.

Padahal, dulunya, nenek moyang Indonesia melalui kearifan budaya sudah mempertimbangkan faktor bencana ini dalam desain rumahnya. Makanya, di daerah rawan banjir atau daerah genangan air, rawa, lebak, dan pinggiran bantaran sungai, rumah-rumah panggung hampir selalu mendominasi.

Di Desa Tanjungbatu Seberang dan Tanjungbaru Petai, Kecamatan Tanjungbatu, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan, dan di Woloan, Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara, rumah-rumah panggung yang menjadi tradisi nenek moyangnya telah menjadi industri kreatif sejak dulu dan sampai kini masih bertahan.

Di dua provinsi itu masyarakatnya membuat rumah panggung knock down atau rumah bongkar pasang. Mereka menawarkan kearifan lokal untuk hunian di era global. Walaupun tidak ada booming, tetapi permintaan selalu saja ada dari berbagai kota di Indonesia dan mancanegara.

”Industri kreatif berupa rumah panggung menjadi sesuatu yang unik di zaman sekarang,” kata Rita Adhiningrat, desainer interior dan Direktur PT Tata Agathis.

Ia menyebutkan, di Tomohon ada tempat penginapan yang berarsitektur rumah panggung, selalu penuh tamu. Untuk bisa menginap, tetamu harus antre. Begitu juga dengan sebuah rumah panggung yang diberi nama rumah pohon di suatu kawasan wisata di Bogor, orang yang ingin menginap di sana begitu antrenya.

Ira Maxi, pengusaha dari Jakarta, ketika ditemui tengah menawar rumah panggung di Tomohon, mengakui amat menyukai rumah panggung yang mencerminkan kekayaan budaya Indonesia itu. ”Rumah panggung tidak hanya unik dan menarik, tetapi juga mencerminkan cita rasa pemiliknya,” ujarnya.

Empat setahun

Jika Anda ke Sumatera Selatan, sempatkanlah berkunjung ke Kecamatan Tanjungbatu, Kabupaten Ogan Ilir, atau sekitar 55 kilometer selatan Kota Palembang ini. Anda bisa menyaksikan bagaimana industri kreatif pembuatan rumah panggung bongkar pasang ini tetap bergairah dan tak terimbas krisis.

Menurut Kepala Desa Tanjungbaru Petai Rozaliakne (63), dari 1.460 warga atau 350 kepala keluarga, 90 persennya bekerja di bidang usaha membuat rumah panggung atau rumah bongkar pasang. ”Usaha ini turun-temurun, dari nenek moyang hingga generasi ke generasi. Selagi kayu ada, tak akan berhenti masyarakat membuat rumah panggung ini,” kata dia.

Tidak hanya rumah panggung yang diproduksi di Tanjungbatu Seberang dan Tanjungbaru Petai, tetapi juga ada bangunan sekolah/pesantren, mushala, gazebo, dan bangunan lain, tergantung pesanan.

Sudirman yang sebelumnya membuat rumah panggung berukuran 8 x 10 meter untuk seorang manajer di Bandung, juga tengah menyelesaikan sebuah rumah panggung. ”Satu rumah selesai dalam tempo tiga bulan. Dalam setahun bisa selesai empat rumah, yang hampir selalu ada saja pemesannya,” katanya.

Bentuk dan ukuran rumah panggung produksi Tanjungbatu ini tergantung pesanan. Apakah ingin berukuran 4 x 4 meter, 6 x 6 meter, 5 x 7 meter, 6 x 8 meter, 6 x 10 meter, atau 10 x 10 meter, terserah si pemesan. Desain juga bisa dibuat si pemesan. Kalau harga umumnya dipatok berdasarkan ukuran, yang kisarannya Rp 1,25 juta sampai Rp 1,5 juta per meter persegi. Juga tergantung jenis kayu. Semakin bagus kualitas kayu, harga semakin mahal.

Jika ada yang berminat, rumah yang dipajang atau selesai dibuat membutuhkan waktu tujuh hari untuk membongkarnya kembali, sedangkan untuk memasangnya kembali di tempat tujuan pembeli butuh waktu sekitar 10 hari, dengan 2-3 pekerja.

”Harga jual rumah di luar ongkos kirim, yang dibebankan kepada pembeli, semakin jauh daerah tujuan semakin besar biaya angkut. Kalau rumah ingin dipelitur atau dicat, menjadi beban si pembeli,” kata Karni, pembuat rumah di Tanjungbaru Petai.

Peminat rumah kayu produksi Kecamatan Tanjungbatu ini ternyata tidak hanya terhadap rumah baru. Rumah yang telah ditempati belasan dan puluhan tahun juga sering ditawar calon pembeli.

Bahkan, saat ini ada rumah panggung di desa Tanjungbatu, Kecamatan Tanjungbatu, yang telah dipakai belasan tahun dibeli sekitar Rp 50 juta. ”Kalau harga sesuai, tak ada salahnya dilepas,” kata Abidin.

Kayu tembesi di Tomohon

Sama halnya dengan di Tanjungbatu, di Tomohon rumah panggung bekas pakai juga banyak yang menawar. ”Rumah panggung bekas pakai harga relatif murah. Untuk rumah dua kamar, misalnya, bisa dihargai sekitar Rp 20 juta,” kata Frengky Tirukan, pengusaha rumah panggung adat Minahasa di Tomohon.

Jika di Tanjungbatu jenis kayu tembesi sudah langka, sulit didapat, maka di Tomohon jenis kayu berkualitas nomor satu itu masih bisa didatangkan dari Gorontalo. Oleh pengusaha rumah panggung di Tomohon, jenis kayu tembesi umumnya digunakan untuk rangka rumah.

”Karena terbuat dari kayu-kayu berkualitas baik, ada rumah panggung di Tomohon yang sudah berusia 115 tahun,” ungkap Frengky.

Rumah panggung bongkar pasang dari Tomohon ini, menurut Frengky, banyak juga pemesannya dari Malaysia, Filipina, Perancis, dan Kostarika. ”Setahun saya bisa menjual 15 sampai 20 unit rumah,” katanya. ”Di Tomohon, sedikitnya ada 100 warga yang usahanya membuat rumah panggung bongkar pasang.”

Harga rumah panggung di Tomohon tergantung jenis kayu yang diinginkan, Rp 1,2 juta sampai Rp 1,5 juta per meter persegi. Ongkos kirim tersendiri, tergantung jauh dekatnya rumah tersebut diantar. Ke Jakarta, biaya kirim mencapai Rp 12 juta, untuk satu dan atau dua unit rumah. ”Ke Filipina, biaya kirim Rp 28 juta,” kata Frengky, pengusaha yang tahun ini telah mengirim delapan unit rumah panggung ke Malaysia.

Hadapi tantangan

Rumah panggung memang unik. Namun, tetap saja model rumah seperti ini menghadapi tantangan. Sampai saat ini, persoalan bahan baku kayu memang belum jadi masalah. Namun, dengan pembabatan hutan yang tak terkendali di Tanah Air, keberadaan bahan baku rumah kayu juga menjadi ancaman.

Jika pembabatan hutan secara tak terkendali dibiarkan terus, bukan tidak mungkin perajin rumah kayu yang terkenal kreatif pun bisa gulung tikar. Salah satu solusinya, perlakukan hutan secara arif disertai kegiatan reboisasi. Dengan begitu, usaha rumah kayu tetap berjalan, hutan pun tetap lestari.

Yurnaldi
Sumber : Kompas.com (
Selasa, 21 Oktober 2008 | 08:18 WIB)

Readmore »» Rumah Panggung Hadapi Tantangan

PENESAK JAYA | 2007-2018


  ©Template by Dicas Blogger. Edit by Urang Diri